Reka Bentuk Folkor (RBF) adalah salah satu mata kuliah di Program Studi Sastra Sunda Unpad. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia folklor berarti adat istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan turun temurun, tetapi tidak dibukukan. Pengertian lain yang saya dapatkan dari Dosen mata kulah RBF Taufik Ampera, menyebutkan folklore adalah kebudayaan manusia atau kolektif yang diwariskan secara turun temurun sehingga dapat dibedakan antara kelompok yang satu dengan yang lainnya. Folklor juga dibagi 3 jenis, pertama folklore murni lisan (contoh: puisi rakyat, cerita rakyat dll) kedua folklore bukan lisan (contoh: arsitektur, makanan, pakaian, alat music, senjata dll.) dan yang ketiga folklore setengah lisan yaitu campuran antara lisan dan bukan lisan (contoh: permainan rakyat, upacara tradisional dll)
Dalam mata kuliah RBF ini mahasiswa diwajibkan membuat tugas akhir berupa sebuah karya yang mengandung unsur folklore namun digubah dalam bentuk yang berbeda. Lalu semua hasil produk mahasiswa tersebut akan dipajang pada sebuah pameran. Awalnya saya sendiri bingung menentukan produk yang akan dibuat. Namun karena terinspirasi oleh seorang pengrajin (handycraft) asal Malang (Mas Ludiyono) yang kebetulan pada waktu itu bertemu di sebuah pameran di Senayan, Jakarta. Ketika saya melihat karyanya yang juga berbentuk jam bahannya sederhana yaitu sandal yang dihias dengan pasir berwarna-warni membuatnya kelihatan menarik. Setelah bertanya tentang pembuatan jam tersebut, muncul sebuah ide untuk membuat sebuah jam namun di dalamnya memuat tentang kasundaan, kebetulan tugas mata kuliah RBF ini juga dituntut untuk membuat sebuah produk. ‘Asa mobok manggih gorowong’ kata peribahasa Sunda yang artinya seperti diberikan jalan keluarnya (ide) akhirnya saya memutuskan untuk memilih membuat produk dalam bentuk jam.
Akhirnya saya memutuskan untuk membuat sebuah produk jam yang diberi nama Wanci Sunda. “Wanci Sunda adalah sebuah karya reka bentuk folklor dalam produk jam yang bertujuan ingin menghidupkan kembali (reaktualisasi) pembagian waktu dalam kebudayaan Sunda. Walaupun produk yang dihasilkan masih sangat sangat sederhana sekali diharapkan produk ini berguna bagi kehidupan sehari-hari dan juga yang paling penting agar budaya Sunda lestari” begitulah kalimat yang tertulis di dalam poster untuk mendefinisikan karyanya.
Sederhana saja bahan ini terbuat dari bahan duplex lalu dibentuk menjadi sebuah box yang tingginya sekitar 20 cm kemudian mesin jam dipasangkan di dalam box tersebut. Dengan sedikit keahlian menggambar saya mulai memulas bagian muka jam tersebut sesuai dengan design dan pembagian waktu Sunda, dan akhirnya jam ini pun siap di pamerkan di Ruang Sidang Gedung A Fakultas Sastra Unpad.

Bermacam-macam produk yang dipamerkan pada pameran tersebut, ada snack ringan seperti keripik, salahsatunya ada yang terbuat dari ulén atau ketan, lalu ada kue tradisional namun disajikan dengan berbagai rasa seperti putu dan rangesing. Ada pula makanan seperti bolu, kue dan eskrim namun bahan yang digunakan dari tumbuhan umbi atau beubeutian. Kemudian ada yang mengkreasikan baju seperti pangsi maupun kebaya lalu pernak pernik seperti bros, pin, cincin, kerah, sampai gelas sekalipun. Mainan anak-anak juga ikut meramaikan pameran tersebut dengan produk monopoli, kuartet hingga boneka Barbie namun bernuansakan kasundaan dan masih banyak lagi produk yang lainnya.
Beraneka ragam produk yang dipamerkan oleh mahasiswa, mulai dari pakaian, makanan, hingga aksesoris lainnya. Semoga saja pameran seperti ini dapat lebih berkembang juga sebagai sarana menampung ide dan kreatifitas mahasiswa.